Nusantaratv.com - Jagat media sosial Twitter dihebohkan dengan ramalan yang dibuat oleh mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev. Ia meramal salah satu orang terkaya di dunia Elon Musk akan menang pemilihan presiden di beberapa negara bagian AS dan menjadi Presiden Amerika Serikat.
Hingga Selasa (27/12/2022), prediksi yang dia tulis di Twitter dalam bentuk utas tersebut sudah dilihat 25 juta kali dan disuka oleh lebih 37.000 akun.
Merespons prediksi Medvedev yang kini menduduki jabatan wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, Elon Musk menyebutnya sebagai "prediksi paling absurd yang pernah ia dengar".
Dmitry Medvedev yang pernah menjadi perdana menteri Rusia itu juga meramal bahwa akan terbentuk semacam negara baru di Eropa, yang antara lain terdiri dari Jerman, Polandia, negara-negara Baltik, Czechia, Slovakia, dan Republik Kyiv.
Wilayah yang sekarang dikenal sebagai Ukraina barat akan diduduki oleh Polandia dan Hungaria. Ini mengisyaratkan bahwa pada 2023 negara Ukraina akan bubar.
Selain itu, Medvedev juga memprediksi perang antara Perancis dan negara baru pimpinan Jerman akan pecah.
"Eropa akan terpecah, Polandia akan mengalami partisi sebagai akibatnya," kata Medvedev. Uni Eropa dan mata uang euro akan bubar Soal Uni Eropa, Medvedev mengatakan organisasi regional ini akan bubar setelah Inggris bergabung kembali dan euro tidak akan lagi sebagai mata uang tunggal.
Inggris menggelar referendum keanggotaan Uni Eropa pada 2016 dan hasilnya dijadikan dasar oleh pemerintah Inggris untuk keluar dari organisasi tersebut. Menurut Medvedev, Irlandia Utara akan lepas dari Inggris dan bergabung dengan Negara Republik Irlandia. Pejabat Rusia itu juga memperkirakan akan pecah perang saudara di California dan sebagai akibatnya Texas akan berdiri sebagai negara sendiri. Dalam prediksinya, Texas dan Meksiko akan bergabung menjadi satu negara, mengutip kompascom.
Untuk ekonomi, Medvedev memprediksi pusat-pusat pasar modal akan meninggalkan Amerika Serikat dan Eropa dan pindah ke Asia. Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia "akan bubar" sementara dolar dan euro tidak lagi menjadi bentuk cadangan devisa global.