Nusantaratv.com - Tiga oknum polisi yang bertugas di Unit II Harda Satreskrim Polres Metro Jakarta Utara dilaporkan ke Bidang Propam Polda Metro Jaya (PMJ). Mereka antara lain AKP MY, Iptu RS dan Brigadir ST.
Laporan ini terkait penanganan kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan korban Saritua Solin, oleh oknum polisi tersebut, yang diduga bermasalah.
Pengaduan dibuat kuasa hukum Saritua, Jundri R. Berutu dan Roni S. Manik dari Kantor Hukum Moccakda & Partners.
"Kami hari ini menghadap ke Propam Polda Metro Jaya untuk melakukan pengaduan," ujar Jundri Berutu kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (4/2/2022).
Menurut Jundri, persoalan ini bermula saat kliennya pada Agustus 2018 hendak membeli rumah di kompleks Perumahan Jatinegara Baru, Jakarta Timur. Ini setelah pemilik rumah, AFN dan ahli keuangan HM, menawarkan rumah tersebut dengan harga Rp2,2 miliar.
"Klien kami berencana membeli dengan sistem KPR melalui sebuah bank dengan DP Rp675 juta," kata dia.
Setelah korban mentransfer uang muka dan biaya lainnya, belakangan diketahui rumah sudah beberapa kali pindah alih dan bukan atas nama terlapor.
Karena itu, pada Mei 2019 laporan polisi dengan nomor LPB/426/K/V/2019/PMJ/RESJU di Polres Metro Jakarta Utara, dibuat. Terlapor di antaranya AFN, HM dan R. Dari sini kemudian persoalan lainnya muncul, yaitu penanganan kasus yang dianggap lamban.
"Bayangkan setelah 1,4 tahun baru muncul Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang pertama disertai Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan," beber Jundri.
Lalu setelah dua tahun kemudian, lanjut Jundri diterima SP2HP yang kedua. Padahal, di SP2HP yang kedua, sudah ada tujuh orang saksi yang diperiksa. Namun, menurutnya ketiga orang terlapor belum pernah dipanggil dan dimintai keterangannya.
"Dan baru akan memanggil ketiga terlapor sebagaimana dijelaskan dalam SP2HP kedua atau 2 tahun kemudian setelah korban/pelapor buka LP," jelas Jundri.
Yang lebih mereka pertanyakan lagi, hingga 2 tahun 8 bulan, belum ada penetapan status tersangka terhadap terlapor.
"Lebih anehnya, penyidik yang ditugaskan yaitu Brigadir ST secara tiba-tiba pernah menyarankan agar korban dan dirinya (Brigadir ST) memberikan uang sebesar Rp70 juta dengan rincian Brigadir ST meminjamkan uangnya sebesar Rp40 juta dan korban/pelapor sebesar Rp30 juta kepada notaris agar membantu terlapor AFN untuk keperluan memproses dan membiayai balik nama rumah dan bangunan tersebut menjadi atas nama terlapor AFN setelah itu baru dibaliknamakan ke korban/pelapor," papar Jundri.
Beberapa kali korban atau pelapor menanyakan kepada penyidik Brigadir ST terkait perkembangan kasus tersebut. Namun Brigadir ST, dinilai Jundri selalu menjawab dengan ringan.
"Ari Cs sedang mengupayakan pengembalian uang," ucap Jundri.
"Jawaban oknum penyidik yang demikian kemudian menimbulkan pertanyaan besar, seolah oknum penyidik tersebut telah berubah menjadi juru bicara dari terlapor, sedangkan dari SP2HP yang kedua tidak ada menerangkan bahwa penyidik telah memanggil para terlapor untuk didengar keterangannya sebagai saksi," sambungnya.
Dengan pengaduan ke Propam, pihak Jundri berharap agar proses hukum kasus dugaan penipuan dan penggelapan tersebut bisa berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga pada akhirnya rasa keadilan kliennya bisa didapatkan.
"Kami berharap melalui pengaduan ini, dapat menjadikan LP (laporan polisi) yang dilaporkan oleh klien kami menjadi terang, dan mendapat kepastian hukum demi penegakan hukum yang transparan, adil dan bermartabat," tandas Jundri.