Nusantaratv.com - Nasi liwet, selat, timlo, tengkleng, hingga camilan populer nan lezat seperti serabi, kroket, dan sosis merupakan makanan khas Solo yang mudah dijumpai di kota ini.
Aneka makanan itu bisa ditemui dan dinikmati mulai dari warung pinggir jalan hingga kafe dan restoran yang kian menjamur di Kota Bengawan ini.
Melihat beragam makanan khas dengan citarasa yang lezat itu, maka Solo layak dijuluki sebagai salah satu kota wisata kuliner.
Jangan membayangkan makanan tradisional peninggalan nenek moyang tersebut hanya bisa didapatkan di warung makan tradisional atau restoran kuno yang usianya sudah puluhan tahun.
Ternyata, saat ini makin banyak restoran maupun kafe yang mengusung makanan tradisional sebagai menu yang bisa dipilih oleh konsumen. Yang terbaru ada Restoran Pracima Tuin di dalam Kompleks Pura Mangkunegaran yang menyediakan berbagai menu tradisional dengan penyajian kekinian namun tetap mengedepankan adat Mangkunegaran.
Mangkunegara X GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo atau yang akrab disapa Gusti Bhre mengatakan telah mencoba menggali, meriset, dan mengembangkan kuliner khas Mangkunegaran.
Hasilnya, saat ini restoran tersebut menyediakan berbagai macam makanan khas, bahkan ada beberapa yang merupakan makanan favorit penguasa terdahulu Mangkunegaran.
Beberapa makanan khas tersebut yakni brubus dan dendeng age. Brubus merupakan makanan favorit Mangkunegara VII. Cara penyajiannya, daging sapi dibalut dengan sayuran.
"Dendeng age juga merupakan makanan turun-temurun, namun makanan ini cukup umum," katanya.
Meski demikian, bagi yang ingin mencoba diharapkan membawa uang ekstra mengingat makanan yang dijual di restoran ini dibanderol dengan harga cukup tinggi.
Potensial dikembangkan
Menurut pegiat wisata dan kuliner asal Solo Daryono, kekayaan kuliner menjadi alasan pokok orang untuk datang ke suatu daerah. Apalagi Solo merupakan kota kuliner, semua orang sudah mengakui itu.
Jika dilihat dari tuntutan zaman, berbagai makanan khas tersebut bisa dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi dan mengikuti ilmu gastronomi.
Namun, yang harus tetap diperhatikan adalah keunikan dan orisinalitas. Dua hal tersebut harus tetap terjaga meski makanan tradisional tersaji secara kekinian.
"Yang penting esensi dari potensi itu tidak hilang, karena inilah karakternya," katanya.
Kuliner yang dikemas dengan menarik untuk kemudian dikirim ke luar daerah bukan sekadar digunakan sebagai promosi, melainkan juga menjadi bagian dari kuliner diplomasi sebuah daerah. Dengan begitu, kekayaan kuliner tradisional menjadi terangkat, seperti serabi dan sosis solo.
Meski demikian, tidak semua makanan layak dikemas untuk siap dikirimkan hingga luar kota. Selat, misalnya, lebih enak dinikmati langsung dengan datang langsung ke Solo.
Mengenai banyaknya restoran maupun kafe yang menjadikan makanan tradisional sebagai bagian dari menu, juga layak diapresiasi. Seperti di Pracima Tuin, ia sepakat jika harga menu harus disesuaikan dengan tempat maupun suasana yang disajikan oleh pihak restoran.
"Kalau di Mangkunegaran, kami tidak hanya melihat menu tetapi juga atmosfer, lingkungan. Ini adalah sebuah living heritage, jadi tidak bisa dinikmati di tempat lain," katanya.
Mungkin menu yang disajikan di sana bisa diduplikasi oleh restoran lain, namun untuk atmosfer hingga pelayanannya hanya terdapat di Pracima Tuin.
Makanan tradisional yang disajikan secara kekinian dengan ilmu kulinari tinggi layak dibanderol dengan harga mahal. Menu ini menyasar kalangan tertentu yang ingin tetap menikmati masakan rumahan, namun berada dalam atmosfer unik dan eksklusif, meski harus mengeluarkan uang lebih.
Ia juga berharap agar atmosfer di tempat itu lebih dipertahankan untuk menjadi pembeda.
"Jadi, royal dinner, royal lounge. Sah-sah saja dan pasarnya ada," katanya merujuk sajian makan malam kerajaan di ruang Mangkunegaran.
Perhatian pemerintah
Namun demikian, saking kayanya dengan kuliner, Indonesia termasuk di dalamnya Solo, masih lemah dalam literasi kuliner tradisional.
Oleh karena itu, dibutuhkan pendokumentasian sebagai wujud dari aksi literasi. Selain penting untuk riset, dokumentasi juga penting untuk pengembangan sektor itu sendiri.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan pendampingan bagi pelaku UMKM, mulai dari proses produksi hingga promosi, sehingga produk dapat disajikan secara lebih baik.
Di Solo, pemerintah terlihat memberikan dukungan pada sektor ini. Beberapa kali, Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menjamu sejumlah tamu di Restoran Pracima Tuin.
Beberapa di antaranya dari perkumpulan raja-raja se-Nusantara dan belum lama ini Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Lee Sang Deok. Melalui jamuan tersebut, Gibran ingin memperkenalkan menu tradisional khas Solo kepada banyak orang dengan sajian eksklusif.
Kafe lain yang juga mengangkat konsep serupa yakni Keris Cafe and Kitchen Solo. Kafe ini mengangkat menu makanan dan minuman tradisional bukan hanya dari Solo tetapi juga dari daerah lain, mulai dari timlo hingga rendang.
Salah satu wisatawan asal Semarang, Anggun Puspita, mengaku antusias untuk mencoba berbagai menu tradisional dari berbagai daerah.
Makanan tradisional yang disajikan dengan piring cantik, menurutnya, cukup menambah selera konsumen. Apalagi, suasana khas Solo yang dihadirkan di kafe tersebut.
"Suasananya turut menambah selera makan," katanya.
Sepertinya, industri kuliner di Solo tidak ingin terlewat menangkap peluang yang ada di depan mata. Potensi kekayaan kuliner hingga wisatawan yang sudah telanjur mengecap Solo sebagai kota kuliner juga harus digarap secara serius.
Kondisi ini juga harus diimbangi dukungan pemerintah dengan memberikan pendampingan kepada pelaku usaha.
Melalui pendampingan tersebut, maka makanan tradisional yang disajikan secara kekinian tidak hanya bisa ditemui di kafe dan restoran, tetapi juga di warung-warung pinggir jalan.
Dengan demikian, makanan khas Solo tersebut bukan saja eksis di kaki lima, tetapi juga layak saji di restoran bintang lima.(Ant)