Nusantaratv.com - Stok minyak sawit mentah (crude palm oil) Indonesia diprediksi masih tetap tinggi. Sebab, laju ekspor masih belum maksimal seperti yang diharapkan.
Kendati ada program percepatan (flush out) dan penghapusan sementara pungutan ekspor (PE BPDPKS). Per Mei 2022, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) merilis, stok akhir minyak sawit nasional melonjak menjadi 7,23 juta ton.
Dibandingkan posisi April 2022 yang sebesar 6,10 juta ton. Padahal, biasanya stok minyak sawit Indonesia berkisar 3-4 juta ton. Dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (2/8/2022), Sekretaris Jenderal (Sekjen) GAPKI Eddy Martono menyebutkan stok masih tinggi karena panen tetap berjalan.
Dengan ekspektasi, panen sawit Indonesia pada bulan-bulan ini adalah masa puncak. Kondisi ini, membuat Eddy mengestimasi, stok minyak sawit nasional per akhir Juli 2022 belum bisa ke level 5 jutaan ton, apalagi ke kisaran normal.
"Kemungkinan masih di sekitar 7 jutaan ton (posisi akhir Juli 2022). Produksi (panen sawit) kan tidak bisa berhenti," ujar Eddy.
Dia berharap pemerintah bisa memperpanjang pelaksanaan flush out. Mekanisme flush out sendiri secara otomatis sudah berakhir per 1 Agustus 2022. Dengan flush out ini, eksportir harus membayar bea keluar (BK) lebih tinggi yakni sebesar US$488 per ton untuk CPO.
Kini, BK yang dikenakan kembali ke posisi normal, atau setidaknya tak ada lagi tambahan US$200 per ton. "Kalau memungkinkan bisa dilanjutkan dengan tarif yang jauh lebih rendah karena harga saat ini jauh di bawah waktu penetapan flush out yang lalu. Ini sangat membantu untuk pengurasan tangki," urainya.
Hanya saja, kata Eddy, besaran tarif pajak ekspor flush out yang diberlakukan perlu dikaji ulang. "Perihal besaran tarif sebaiknya ada pembicaraan terlebih dahulu dengan para eksportir. Harus duduk bersama dulu supaya dapat berjalan dengan baik," tambah Eddy.
Lebih lanjut, ungkap dia, realisasi ekspor dengan flush out baru 84 persen atau 974 ribu ton dari pengajuan yang mencapai 1,1 juta ton. Diakuinya, memacu ekspor dari Indonesia akan berdampak pada terhambatnya laju kenaikan harga CPO di pasar internasional.
Hanya saja, jelas Eddy, mau tidak mau, harga CPO memang harus menuju keseimbangan baru. "Kalau suplai dari Indonesia naik tinggi pasti harga akan terkoreksi turun. Tetapi berikutnya akan terjadi keseimbangan harga baru. Yang penting sekarang stok harus diturunkan ke angka 3-4 juta ton," tukasnya.