Petani Sawit Dibikin Bingung, Harga Pupuk Naik 300 Persen, Potensi Produksi TBS Turun Hingga 40 Persen

Nusantaratv.com - 13 Agustus 2022

Ilustrasi. Tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani mandiri. (Arham Hafidh Akbar/TrendBerita.com)
Ilustrasi. Tandan buah segar (TBS) kelapa sawit petani mandiri. (Arham Hafidh Akbar/TrendBerita.com)

Penulis: Adiantoro

Nusantaratv.com - Harga pupuk melambung tinggi, petani sawit hanya bisa menjerit, karena tidak tahu harus mengadu kemana. Hal itu yang dirasakan salah seorang petani sawit di Kabupaten Siak, Riau, Katimin.

Kebun sawit miliknya hanya dipupuk seadanya akibat tingginya harga pupuk saat ini. Kondisi ini membuat dia dan rekan sesama petani sawit lainnya di Kabupaten Siak dihinggapi rasa khawatir. Sebab, hasil produksi tandan buah segar (TBS) dari kebun sawit mereka akan turun drastis di tahun depan.

"Teman-teman saya yang lain bahkan tak bisa memupuk kebun sawitnya," kata pria berusia 45 tahun itu, dikutip dari Bertuahpos.com, Sabtu (13/8/2022).

Pupuk sawit kini sudah naik hingga 300 persen bila dibandingkan dengan harga normal. Terakhir sebelum terjadi kenaikan signifikan, Katimin dan para petani lain masih membeli pupuk dikisaran harga Rp270.000-an per karungnya. 

Tapi, kini harga pupuk sudah dikisaran Rp980.000-an, bahkan ada di harga Rp1.000.000 lebih. Disebutkannya, untuk 1 kavling kebun sawit atau luas kebun 2 hektare, setidaknya membutuhkan 10 sak pupuk KCL. Sedangkan hasil panen 1 ton TBS kelapa sawit, hanya cukup untuk beli 2 sak pupuk. "Jauh kali memang (selisihnya)," imbuhnya.

"Teman-teman saya sekarang sudah banyak tidak memupuk kebun sawit mereka. Mereka sudah sangat terbebani dengan setoran bank dan kebutuhan sehari-hari. Mereka juga punya anak yang sekolah bahkan ada yang kuliah. Semua itu harus ditutupi dengan hasil jual TBS. Jadi mereka memilih untuk tidak memupuk kebun sawit," tambahnya.

Dalam mekanisme pemupukan, ungkap dia, hasilnya baru akan bisa dirasakan di tahun depan. Misal, dilakukan pemupukan pada Agustus 2022, maka untuk melihat hasil TBS kualitas bagus itu baru akan didapat pada Agustus 2023.

Dengan begitu, jelas Katimin, jika harga pupuk terus naik, petani memilih tidak memupuk kebun sawit mereka, maka pada tahun depan akan terjadi penurunan jumlah produksi TBS kelapa sawit hingga 40 persen. Hal ini berdasarkan hasil analisa yang mereka lakukan secara berkelompok.

Katimin dan kelompoknya selama ini memperoleh pupuk dari distributor resmi dengan mengikuti mekanisme dan ketentuan aturan berlaku. Sedangkan untuk proses pemupukan, dilakukan per 2 bulan sekali.

Namun, pola dan siklus pemupukan itu kini sudah tak menentu. Selain harga pupuk yang naik hingga 3 kali lipat, ketersediaannya di pasaran juga sangat langka. Dengan demikian, pengaplikasian pemupukan kebun sawit secara benar, tak lagi bisa diterapkan di kebun mereka. Dengan kata lain, rotasi pemupukan sudah tak menentu.

"Jadi, ya seadanya saja lah. Kalau ada, dipupuk, kalau tak ada, ya nggak dipupuk. Jujur, saya dan kawan-kawan petani sawit lain di Siak sangat kebingungan, bagaimana caranya menyiasatinya," terangnya.

Kontras dengan Kontribusi Sawit Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Riau

Apa yang dialami oleh petani sawit di Riau saat ini, tentu bertolak belakang dengan kontribusi sektor kelapa sawit terhadap pertumbuhan ekonomi Riau. Jika dilihat pada triwulan II tahun 2022, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mencatat ekonomi Riau tumbuh sebesar 4,88 persen. Adapun sektor tertinggi ditopang oleh industri pengolahan yang didominasi oleh komoditi turunan dari kelapa sawit yang tumbuh sebesar 26,19 persen.

"Hal ini menandakan bahwa komoditi unggulan Riau di sektor perkebunan (kelapa sawit) menjadi penopang utama dalam pertumbuhan ekonomi Riau saat ini. Dapat juga kita lihat bahwa aktivitas masyarakat di Riau sudah normal kembali," kata Gubernur Riau Syamsuar, di Pekanbaru, Rabu (10/8/2022).

Selain ditopang dari sektor industri pengolahan (didominasi oleh turunan kelapa sawit) pertumbuhan ekonomi Riau juga didorong dari sektor pertambangan dan penggalian sebesar 24,4 persen. Lalu sektor pertanian, kehutanan dan perikanan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Riau sebesar 24,34 persen.

Menurut Syamsuar, diterbitkannya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penetapan Harga TBS merupakan sebuah upaya untuk menjaga harga sawit masyarakat tetap stabil. "Tugas kita menjaga bagaimana harga TBS kelapa sawit ini tidak turun lagi dengan Pergub ini, dan aturan ini mendapat dukungan dari provinsi lain di Sumatera," tegas Syamsuar.

Lebih lanjut, dia menyebutkan, pihaknya juga sudah meminta kepada pusat untuk mengeluarkan regulasi terkait pemerataan hilirisasi sumber daya alam (SDA) berbasis komoditi unggulan Sumatera (sawit). Selain itu, Syamsuar juga meminta agar pusat membentuk semacam pusat informasi komoditi pertanian dalam arti luas sebagai pusat informasi pemasaran. "Yang itu khusus di Sumatera," tukasnya.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close