Nusantaratv.com-Hilirisasi yang dimulai pemerintah Indonesia pada awal tahun 2020 menawarkan potensi keuntungan yang sangat besar bagi ekonomi nasional. Dalam industri nikel, misalnya, proses pengolahan bijih nikel menjadi feronikel memberikan nilai tambah yang mencapai 14 kali lipat. Jika nikel tersebut diolah lebih lanjut menjadi produk setengah jadi, seperti billet stainless steel (SS), nilai tambahnya bisa meningkat hingga 19 kali lipat.
Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya hilirisasi industri sebagai langkah strategis bagi Indonesia untuk mencapai status negara maju pada tahun 2045. Hilirisasi tidak hanya terbatas pada sektor pertambangan, tetapi juga dapat diterapkan di bidang perkebunan, pertanian, dan perikanan. Keberhasilan dalam mengimplementasikan hilirisasi diyakini dapat memberikan dampak signifikan terhadap target ambisius tersebut.
"Jika melihat prediksi dari lembaga-lembaga internasional seperti World Bank, McKinsey, IMF, dan OECD, saya yakin Indonesia dapat maju lebih cepat, terutama menjelang tahun 2040 hingga 2045," ungkap Jokowi saat memberikan sambutan dalam acara pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia pada Juli 2023.
Sebagai bagian dari kebijakan ini, pemerintah Indonesia melarang ekspor barang mentah, termasuk nikel dan bauksit. Kebijakan hilirisasi yang diambil Indonesia ternyata menjadi tantangan bagi perkembangan industri baja di Eropa. Baru satu tahun setelah pelarangan ini, negara-negara Uni Eropa menggugat kebijakan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada awal 2021. Mereka mengklaim bahwa pelarangan ekspor nikel mentah melanggar perjanjian multilateral yang mengatur perdagangan internasional.
Uni Eropa menuduh Indonesia melanggar prinsip non-diskriminasi, yang mengharuskan negara-negara anggota WTO memberlakukan tarif yang setara kepada semua mitra dagang. Para pejabat Eropa berpendapat bahwa kebijakan tersebut menghalangi perusahaan-perusahaan nikel mereka untuk mendapatkan akses yang sama terhadap nikel Indonesia dalam konteks hilirisasi. Selain itu, terdapat isu mengenai praktik pengolahan nikel yang disebut "dirty nickel," yang terkait dengan penggunaan energi fosil dan pengabaian aspek lingkungan.
Bara Krishna Hasibuan, Staf Khusus Menteri Perdagangan, menyatakan bahwa gugatan Uni Eropa kemungkinan berkaitan dengan kebutuhan dunia akan komponen nikel untuk kendaraan listrik.
"Uni Eropa ingin membangun industri kendaraan listrik, sehingga mereka sangat memerlukan akses terhadap bahan baku nikel dari Indonesia," jelasnya.
Bahlil Lahadalia, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Investasi, menambahkan bahwa gugatan tersebut juga dipicu oleh kelangkaan nikel yang mereka hadapi setelah Indonesia mengolah nikelnya menjadi barang setengah jadi.
"Kita tidak akan mengizinkan negara lain mengganggu kebijakan kita, meskipun mereka meminta bantuan organisasi internasional," tegas Bahlil.
Meskipun pada November 2022 WTO memutuskan mendukung gugatan Uni Eropa, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen melanjutkan hilirisasi. Jokowi menekankan pentingnya untuk tidak mundur meskipun menghadapi tantangan.
"Kita harus tetap berjuang meski kalah di satu sisi, dan terus bergerak maju," ujarnya.
Pemerintah Indonesia juga berencana untuk mengembangkan hilirisasi di sektor lain seperti crude palm oil (CPO), perikanan, dan produk pertanian. Jokowi mencontohkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam industri rumput laut yang, meski merupakan yang terbesar kedua di dunia, masih diekspor dalam bentuk mentah.
"Sudah saatnya kita tidak lagi mengekspor bahan mentah, tetapi mengolahnya menjadi produk bernilai tambah," katanya.
Sambil menunggu proses banding di WTO, Indonesia juga melakukan diplomasi untuk mencari dukungan dari negara lain, baik di dalam maupun luar WTO. Menariknya, meskipun negara-negara Uni Eropa menolak kebijakan hilirisasi Indonesia, Amerika Serikat, yang merupakan salah satu kekuatan ekonomi dunia, tidak menggugat kebijakan tersebut. Beberapa negara, seperti Australia dan Papua Nugini, justru memberikan dukungan terhadap langkah hilirisasi Indonesia.
Kebijakan hilirisasi ini sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, yang menekankan bahwa sumber daya alam harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan menghentikan ekspor bijih nikel, pemerintah membuka peluang investasi dalam pengolahan nikel, yang telah melahirkan banyak smelter di seluruh Indonesia.
Tidak hanya untuk nikel, hilirisasi juga direncanakan untuk komoditas lain, baik mineral maupun non-mineral. Ini merupakan bagian dari Undang-undang Nomor 3 tahun 2020, yang mengharuskan penghentian ekspor bahan mentah. Walaupun menghadapi tekanan dari negara-negara maju, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus maju dalam hilirisasi dan bersaing di pasar global. Hilirisasi diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif Indonesia untuk sejajar dengan negara-negara industri maju. Proses ini memang tidak mudah, tetapi merupakan langkah penting menuju modernisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.