Nusantaratv.com-Pemerintah terus mendorong percepatan hilirisasi industri dengan memanfaatkan hasil riset dari perguruan tinggi dan lembaga ilmiah. Sinergi antara dunia usaha, industri, dan lembaga riset sangat diperlukan untuk memastikan pengembangan program hilirisasi berjalan lebih optimal dan memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. Melalui hilirisasi, produk mentah diolah menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah, sehingga dapat meningkatkan daya saing bangsa di kancah internasional.
Salah satu contoh keberhasilan hilirisasi di Indonesia adalah lonjakan nilai ekspor nikel. Pada tahun 2015, nilai ekspor nikel tercatat sebesar Rp45 triliun, namun pada tahun 2023, angka ini melonjak drastis menjadi Rp520 triliun. Transformasi industri ini tidak terlepas dari peran penting riset dan pengembangan teknologi yang mendukung proses hilirisasi. Presiden Joko Widodo secara konsisten menggaungkan pentingnya hilirisasi selama satu dekade kepemimpinannya, dengan tujuan meningkatkan pendapatan negara serta devisa melalui sektor-sektor industri strategis.
Perkembangan teknologi dan hasil penelitian memainkan peran kunci dalam mempercepat hilirisasi di berbagai sektor lainnya, seperti pertanian, perkebunan, perikanan, serta minyak dan gas. Sinergi antara industri dan lembaga riset sangat diperlukan untuk memastikan hasil yang optimal. Presiden Joko Widodo berulang kali menyampaikan pentingnya kolaborasi lintas lembaga untuk mempercepat proses hilirisasi, baik dalam pertemuan resmi maupun dalam forum lainnya.
Dalam sebuah rapat terbatas mengenai hilirisasi produk unggulan pada Februari 2020, Presiden menekankan bahwa hasil riset dari perguruan tinggi dan lembaga riset harus segera diintegrasikan dengan dunia industri. Dengan begitu, inovasi yang dihasilkan dapat diproduksi secara massal dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat serta dunia usaha. Presiden juga menyoroti potensi besar dalam industri batu bara, di mana Indonesia menghasilkan sekitar 480 juta ton batu bara setiap tahunnya. Namun, sebagian besar produksi batu bara tersebut masih diekspor dalam bentuk mentah, padahal dengan teknologi yang ada, produk turunan seperti dimethyl ether (DME) dan avtur dapat diproduksi di dalam negeri, menggantikan impor LPG yang selama ini dilakukan.
Menghadapi Tantangan dengan Inovasi Teknologi
Selain mendorong hilirisasi industri, pemerintah juga berkomitmen untuk memfasilitasi hilirisasi hasil riset dan inovasi dalam negeri. Salah satu contoh yang sering disampaikan oleh Presiden Joko Widodo adalah Katalis Merah-Putih, hasil kolaborasi antara Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Pertamina. Inovasi ini mampu mengonversi crude palm oil (CPO) menjadi bahan bakar nabati, menunjukkan betapa pentingnya peran riset dalam mendukung industri nasional yang berbasis teknologi.
Keberhasilan hilirisasi riset teknologi juga tercermin dari sektor kelapa sawit, yang menjadi salah satu model hilirisasi paling sukses di Indonesia. Saat ini, ada sekitar 200 produk turunan kelapa sawit yang dihasilkan, meningkat signifikan dari 45 produk pada sepuluh tahun sebelumnya. Produk turunan ini mencakup bahan pangan seperti oleofood dan produk non-pangan seperti oleochemical, biofuel, serta biomaterial ramah lingkungan yang diproduksi dalam skala industri berkelanjutan. Nilai ekspor kelapa sawit dan produk turunannya pada tahun 2023 mencapai Rp450 triliun, berkontribusi sebesar 11,6 persen dari total ekspor nonmigas nasional.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, menyatakan bahwa sektor kelapa sawit tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi yang besar, tetapi juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan, mencapai 16,2 juta orang. Keberhasilan ini didukung oleh upaya pemerintah dalam menyusun kebijakan yang pro-inovasi, serta memfasilitasi pengembangan teknologi industri, khususnya di sektor pengolahan kelapa sawit.
Potensi Besar Kelapa dalam Hilirisasi Industri
Selain kelapa sawit, Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan hilirisasi produk kelapa. Menurut data Kementerian Perdagangan, Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar kedua di dunia setelah Filipina, dengan produksi mencapai 2,89 juta metrik ton pada tahun 2023. Nilai ekspor kelapa pada tahun tersebut mencapai US$1,55 miliar atau setara Rp25,1 triliun. Melalui kolaborasi riset dan hilirisasi, potensi ekspor produk turunan kelapa dapat ditingkatkan secara signifikan.
Pemerintah telah menyusun Peta Jalan Pengembangan Hilirisasi Produk Kelapa, dengan target meningkatkan nilai ekspor hingga 10 kali lipat dalam dua dekade mendatang. Alih-alih hanya menjual kelapa mentah, upaya hilirisasi diarahkan untuk mengembangkan produk turunan seperti Virgin Coconut Oil (VCO), briket arang kelapa, serta bahan makanan seperti nata de coco. Produk-produk ini memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi dibandingkan produk kelapa mentah, dan dapat memenuhi permintaan pasar internasional, termasuk dari negara-negara di Asia, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Peran Perguruan Tinggi dalam Hilirisasi Riset
Salah satu inisiatif pemerintah dalam mendorong hilirisasi riset di perguruan tinggi adalah melalui platform Kedaireka, yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Platform ini menghubungkan akademisi, dunia usaha, industri, pemerintah, dan komunitas untuk berkolaborasi dalam mengembangkan inovasi. Salah satu program unggulannya adalah Matchmaking Innovation Forum (MMIF), yang mempertemukan pelaku industri dengan para peneliti terbaik dari perguruan tinggi di Indonesia.
Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan salah satu perguruan tinggi yang aktif dalam hilirisasi riset. Melalui Science Techno Park (STP) di kawasan Gedebage, Bandung, ITB memfasilitasi pengembangan dan komersialisasi inovasi yang dihasilkan oleh peneliti-penelitinya. STP tidak hanya menjadi pusat inkubasi bisnis dan teknologi, tetapi juga berfungsi sebagai ekosistem yang mendorong hilirisasi produk inovasi untuk kepentingan masyarakat luas.
Universitas Gadjah Mada (UGM) juga menunjukkan komitmennya dalam hilirisasi riset melalui program Inventor Meet Investor (IMI), yang memfasilitasi kolaborasi antara inovator dengan pelaku industri. Program ini diharapkan dapat menghasilkan inovasi yang berdampak signifikan bagi perekonomian Indonesia dan meningkatkan daya saing bangsa di tingkat global.
Dengan demikian, hilirisasi riset menjadi salah satu kunci utama dalam memperkuat daya saing Indonesia. Kolaborasi antara dunia industri, perguruan tinggi, dan lembaga riset, didukung oleh kebijakan pemerintah yang tepat, akan membuka peluang besar untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam dan meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan di Indonesia.