Nusantaratv.com-Pertamina Patra Niaga membantah adanya pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari meneregaskan produk yang dijual ke masyarakat sudah sesuai dengan spesifikasi masing-masing.
Pasca terungkapnya dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang minyak tahun 2018 hingga 2023 berdampak pada konsumsi dan kepercayaan masyarakat terhadap bahan bakar pertamax.
Pertamina Patra Niaga pun merespons isu yang berkembang di masyarakat pasca ditetapkannya Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak bentah dan produksi kilang.
Atas dasar itu Pertamina Patra Niaga membantah adanya pengoplosan BBM Pertamax.
Pihak Pertamina Patra Niaga pun mengatakan kualitas pertamax sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah yaitu Ron 92.
Heppy Wulansari menegaskan treatment yang dilakukan di terminal utama BBM merupakan penambahan warna agar mudah dikenali oleh masyarakat.
"Menanggapi isu yang saat ini berkembang di masyarakat di warganet dan di media. Kami tegaskan bahwa tidak ada pertamax oplosan," kata Heppy Wulansari seperti diberitakan Nusantara TV dalam program NTV Today.
"Jadi Pertamak yang kami salurkan di SPBU ini sudah kami pastikan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh Ditjen Migas. Dan tentunya di terminal BBM semua produk yang masuk ini adalah produk jadi sesuai dengan Ron masing-masing," lanjutnya.
"Jadi kalau pertalite Ron 90, Pertamax Ron 92 dan Pertamax Turbo Ron 98," imbuhnya.
Kalaupun ada treatment yang dilakukan di terminal BBM, kata Heppy Wulansari, ini sebetulnya bukan pengoplosan.
"Tapi di sini tentu ada beberapa BBM yang mungkin datang tidak dengan warna karena basicnya sebetulnya BBM ini tidak berwarna. Sehingga diperlukan pewarnaan atau diyes. Sehingga masih masyarakat mudah mengenali," ujarnya.
"Seperti Pertamax ini diberi warna biru kemudian Pertamax Turbo diberi warna merah. Selain itu juga diberikan zat aditif untuk meningkatkan performance dari BBM itu sendiri," tambahnya.
Sementara itu, penyidik Kejaksaan Agung telah menahan tujuh tersangka atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produksi kilang minyak tahun 2018 hingga 2023. Dalam kasus ini negara mengalami kerugian hingga R193 triliun.