Nusantaratv.com-Pengusaha dan pekerja kompak menolak rencana Pemerintah yang akan memotong gaji untuk Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang mengatur Tapera, karena dianggap sebagai beban baru.
Apindo meminta pemerintah untuk merevisi PP 21 2024 yang mengatur kewajiban Tapera.
Apindo menilai saat ini beban potongan untuk upah sudah banyak, sehingga Tapera akan menjadi beban baru.
Apindo juga nengatakan program kepemilikan rumah sudah termasuk dalam BPJS Ketenagakerjaan.
"Kami menilai perlu ada pertimbangan dari pemerintah untuk merevisi kembali PP yang ada dan undang-undangnya. Karena di undang-undang itu jelas menyebutkan ini adalah suatu keharusan. Sementara kita merasa kalau bentuknya Tapera kita buat saja sukarela dan kita memaksimalkan jaminan sosial yang sudah ada saat ini yang bisa untuk pemanfaatan pembangunan perumahan," kata Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani saat melakukan pertemuan bersama organisasi buruh Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), seperti diberitakan NusantaraTV dalam program NTV Prime, Jumat (31/5/2024).
Menurut Shinta aturan Tapera ini yang terbarunya akan menambah beban baru bagi pemberi kerja maupun pekerja. Pasalnya, saat ini beban pungutan yang sudah ditanggung itu hampir 18,24% sampai 19,74%.
Selain itu, kata Shinta, yang jadi permasalahan adalah mengenai aspek konsep tabungan.
"Jadi ini kembali lagi adalah tabungan. Kalau tabungan itu konsepnya harus sukarela," tandasnya.
Baca juga: NTV Prime: Tapera Nambah Beban, Pengusaha: Kan Bisa Manfaatkan Layanan BPJS Ketenagakerjaan
Shinta pun mengimbau agar mengoptimalkan yang sudah ada di jaminan sosial untuk pemanfaatan dalam pemyiapan hunian.
Sementara Serikat Pekerja khawatir Tapera bisa menyebabkan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawannya.
"Selain itu potongan gaji 3% akan makin memberatkan kehidupan para buruh," kata Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban.
"Diambil dari upah bulanan dan wajib itu mungkin bagi pemerintah sangat sederhana. Tapi bagi buruh yang mayoritas bekerja di padat karya ini sangat mengganggu sekali," imbuhnya.
Elly mengaku kuatir sebelum ini (Tapera) diundangkan dari pihak pengusaha sudah ada ancang-ancang untuk menutup pabriknya karena tidak sanggup.
"Lalu bagi pekerja bagaimana mereka membiayai anak sekolah untuk kontrakan rumah? Boro-boro untuk mencicil rumah ini atau membantu mereka yang miskin dalam kategori kita sama-sama sebenarnya," pungkasnya.