Nusantaratv.com - Pemerintah berniat menurunkan pungutan ekpsor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Rencana kebijakan tersebut dilakukan agar harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kembali bernilai.
Hal ini dikatakan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan pada Kamis (7/7/2022). Luhut mengaku sudah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Menurutnya, sejauh ini realisasi ekspor belum memenuhi harapan.
"Nah kita coba dua minggu dari sekarang pertengahan ekspor mulai lancar. Tidak hanya itu saja, tadi malam saya bicara pada Menteri Keuangan PE (pungutan ekspor)-nya akan kita bawa sampai ke bawah. Kita kasih insentif untuk ekspor," kata Luhut dalam Rapat Koordinasi dengan kepala daerah yang tergabung dengan Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI), di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat (Jakpus), Kamis (7/7/2022).
Disebutkannya, bila ekspor kelapa sawit bisa dipercepat maka TBS kelapa sawit bisa semakin laku di tingkat petani sehingga harganya naik. "Kalau itu lancarkan kita harapkan TBS bisa naik. Kalau ekspor, tangkinya ekspor, kan dia ambil kelapa sawit, TBS nanti diproses kan tentu harganya naik," lanjutnya.
Kendati demikian, Luhut mengakui saat ini harga TBS sawit memang berada dalam tekanan.
Diketahui, tarif pungutan ekspor maksimum untuk minyak sawit mentah US$200 per ton dan bea keluar (BK) US$288 per ton seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 98/PMK.010/2022.
Peraturan tersebut berlaku efektif hingga 31 Juli. Tetapi, ketetapan tersebut tidak berlaku bagi produsen sawit yang tidak mengikuti domestic market obligation (DMO). "Kita tunggu saja," tegas Luhut.
Di sisi lain, dia mengungkapkan, demi mengerek harga TBS, pihaknya juga akan menggenjot biodiesel 40 persen atau B40 dari sebelumnya B30. Saat ini ada 2,5 juta ton CPO akan didistribusikan untuk energi bahan bakar kendaraan bermotor tersebut.
"Untuk Solar juga nanti akan diberikan CPO untuk mengurangi sulfurnya sehingga bisa total 3 juta ton CPO terserap, dengan demikian harga (TBS) bisa naik," imbuh Luhut.
Ditambahkannya, industri kelapa sawit di Indonesia merupakan salah satu industri strategis karena lebih dari 16,4 juta orang hidup dan bekerja dalam industri ini, serta merupakan penghasil ekspor terbesar.
Sebagai bagian dari peningkatan tata kelola industri sawit, Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk dilakukan audit terhadap tata kelola yang berjalan dan perbaikan yang dibutuhkan. "Nantinya dari hasil audit kita bisa mendapatkan gambaran menyeluruh soal tata kelola dan perbaikan yang diperlukan," tukas Luhut.