Nusantaratv.com-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah didesak untuk mewajibkan perusahaan atau aplikator angkutan online maupun kurir memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Upah Minimum Regional (UMR), minimal sebesar Upah Minimum Provinsi (UMP).
Desakkan tersebut disampaikan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI)
Ketua SPAI, Lily Pujiati menuntut Menaker bersikap tegas terkait masalah pembayaran THR oleh semua pelaku usaha, termasuk aplikator ojek online maupun kurir.
Ia meminta Menaker mewajibkan aplikator untuk membayarkan THR minimal sebesar Upah Minimum Provinsi (UMP) dalam bentuk uang dengan cara dibayarkan penuh tanpa dicicil selambatnya H-7 atau 3 April 2024.
"Bila aplikator mangkir atau terlambat. Kementerian Ketenagakerjaan harus tegas memberikan sanksi dan denda," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (27/3/2024).
SPAI menegaskan bila driver ojol hanya diberikan insentif atau bonus, itu menjadi percuma karena bentuknya bukan berupa uang dan tentu bertentangan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016.
Menurut Lily, THR menjadi penting di saat jelang Hari Raya karena dibutuhkan untuk persiapan mudik dan berkumpul bersama keluarga dan saudara di Hari Raya. Sedangkan bentuk lainnya seperti diskon tidak dapat menggantikan kebutuhan biaya transportasi untuk mudik atau keperluan yang lain jelang Hari Raya Idul Fitri.
Alih-alih membayarkan THR dan memberikan hak libur, kata Lily, para aplikator justru berlomba agar pengemudi ojol dan kurir untuk terus bekerja saat Lebaran dengan program insentif kenaikan tarif dan bekerja (on bid) di saat mudik di kampung halaman.
"Pernyataan Kementerian Ketenagakerjaan selalu berubah dan terkesan hanya membela kepentingan aplikator sebagai pemilik modal. Seharusnya pemerintah lebih melindungi kepentingan rakyat seperti pekerja angkutan online, baik motor maupun mobil," tegasnya.
Selain itu rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang pekerja ojol dan kurir sejak tahun lalu hingga kini juga belum rampung. Akibatnya nasib pekerja ojol dan kurir menjadi tidak menentu karena hubungan kemitraan yang merugikan karena ketiadaan kepastian pendapatan dan kondisi kerja yang layak.
"Aturan tersebut harus melindungi dengan menetapkan hubungan aplikator dan pengemudi ojol dan kurir sebagai hubungan kerja mengacu pada Undang-Undang Ketenagakerjaan," pungkas Lily.