Nusantaratv.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya sejak 23 Mei 2022. Namun, harga tandan buah segar sawit (TBS) masih babak belur. Kondisi ini membuat petani TBS menjerit.
Paradoks harga TBS dengan harga CPO di pasar internasional tersebut karena kebijakan kementerian pelaksana teknis, khususnya terkait penyediaan minyak goreng dan ketentuan ekspor minyak sawit yang tidak efektif.
"Hingga hari ini, harga TBS masih anjlok. Menteri Perdagangan harus bertanggung jawab," ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) terkait penyediaan minyak goreng, dinilai Gulat, inkonsisten dan tidak efektif. Sebab, alih-alih menyelesaikan persoalan minyak goreng, kebijakan yang dikeluarkan justru mematikan masa depan industri sawit nasional.
Sejumlah kebijakan yang inkonsisten tersebut, jelas Gulat, antara lain peraturan tentang DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation) yang gagal menjadi solusi malah diberlakukan kembali pasca pencabutan pelarangan ekspor. "Bongkar pasang kebijakan seperti ini pada akhirnya hanya membuat petani sawit sengsara," tegasnya.
Gulat menambahkan beban lain bagi industri sawit adalah tingginya pajak ekspor dan pungutan ekspor (levy). Total pajak ekspor dan levy yang dibayarkan pelaku usaha sawit mencapai USD575 per ton CPO yang diekspor.
Beban yang besar ini pada akhirnya juga akan ditanggung oleh petani sawit karena harga TBS tidak akan pernah bisa pararel dengan harga CPO di pasar internasional. "Dalam sejarah, mungkin sawit satu-satunya komoditas yang dipaksa untuk menanggung beban pungutan hingga setengah harga barangnya yang ujung-ujungnya dibebankan ke petani," urainya.
Dari pantauan Apkasindo, saat ini beberapa pabrik kelapa sawit mulai menolak pembelian TBS petani dengan alasan tanki penuh karena kesulitan menjual CPO-nya. Penuhnya tanki tersebut karena hingga dua pekan pencabutan larangan ekspor CPO, belum ada pengapalan ekspor sama sekali.
Berdasarkan pantauan Apkasindo di 146 kabupaten/kota dari 22 provinsi mulai dari Aceh hingga Papua, harga TBS di petani sudah semakin anjlok. "Rata-rata harga kini tinggal Rp1.900 per kilogram untuk petani swadaya (non mitra) dan Rp2.240 perkilogram untuk petani bermitra," imbuh Gulat.
Beban petani semakin bertambah dengan adanya kenaikan harga pupuk hampir 300 persen. "Harga TBS telah anjlok sekitar 55-60 persen jika dibandingkan sebelum larangan ekspor diberlakukan," cetus Gulat.
Bila kondisi ini masih berlarut, terang Gulat, bisa dipastikan harga TBS petani bisa terus turun hingga di bawah Rp1.000 per kilogram. "Bahkan berpotensi tidak laku, karena pabrik kelapa sawit dan refinery telah kewalahan akibat ekspor yang terhambat," tukas Gulat.