Nusantaratv.com - Kepala Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell pada Jumat (26/8/2022) memberikan peringatan keras tentang tekad Bank Sentral untuk memerangi inflasi dengan kenaikan suku bunga yang lebih tajam.
Hal ini kemungkinan akan menimbulkan penderitaan bagi orang AS karena melemahnya perekonomian dan kehilangnya lapangan pekerjaan. Pesan itu langsung menimbulkan dampak ke Wall Street. Dow Jones Industrial Average anjlok lebih dari 3 persen atau 1.008 point, dan ditutup di 32.283,40.
"Ini adalah harga yang tidak menguntungkan yang harus dibayar untuk mengatasi inflasi," kata Powell dalam pidatonya di simposium ekonomi tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, dikutip Sabtu (27/8/2022).
Namun, kata dia, kegagalan untuk memulihkan stabilitas harga berarti lebih banyak penderitaan.
Sejumlah investor telah mengharapkan sinyal dari Powell bila Bank Sentral akan segera memoderasi kenaikan suku bunganya pada akhir tahun ini jika inflasi menunjukkan tanda-tanda mereda. Tetapi Powell mengisyaratkan hal itu mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, dan dampaknya adalah nilai saham-saham akan turun tajam.
Kenaikan harga yang tidak terkendali telah memperburuk perekonomian sebagian besar orang AS, meskipun tingkat pengangguran telah turun ke level terendah dalam setengah abad terakhir ini, yakni di 3,5 persen.
Kondisi ini juga menciptakan risiko politik bagi Presiden Joe Biden dan Partai Demokrat di Kongres dalam pemilu sela musim gugur nanti. Partai Republik telah berulangkali mengecam paket dukungan keuangan bernilai US$1,9 triliun yang disetujui Kongres tahun lalu karena dinilai telah memicu inflasi.
Selain Dow Jones, Standard&Poor 500 juga turun 3,4 persen atau 141,46 poin, yang penurunan paling tajam dalam dua bulan, dan ditutup pada 4.057,66. Saham-saham teknologi turun lebih jauh lagi, di mana Nasdaq Composite Index turun 3,9 persen, atau 497,56 poin, dan ditutup pada 12.141,71.
Sebagian pengamat di Wall Street memperkirakan perekonomian akan jatuh ke dalam resesi pada akhir tahun ini atau awal tahun depan. Mereka juga memperkirakan Bank Sentral akan mengubah kebijakan dan menurunkan suku bunga. Namun sejumlah pejabat Bank Sentral menolak hal itu.
Pernyataan Powell menunjukkan Bank Sentral berniat menaikkan suku bunga acuan lagi, menjadi sekitar 3,75 persen hingga 4 persen tahun depan. Kenaikan ini tidak akan terlalu tinggi, dengan harapan dapat memperlambat pertumbuhan sehingga dapat menakhlukkan inflasi.
Pada Jumat (26/8/2022), ukuran inflasi yang dipantau ketat oleh Bank Sentral menunjukkan harga-harga sebenarnya turun 0,1 persen dari Juni ke Juli. Meskipun terjadi lonjakan harga 6,3 persen pada Juli lalu dibanding 12 bulan sebelumnya, namun nilai itu turun dibanding lonjakan harga 6,8 persen pada Juni, yang merupakan tertinggi sejak 1982. Penurunan harga ini sebagian besar dikarenakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM).
Dalam pidatonya pada Jumat (26/8/2022), Powell mencatat sejarah inflasi yang tinggi dimulai pada 1970-an ketika Bank Sentral berupaya mengatasi lonjakan harga dengan kenaikan suku bunga yang tidak dilakukan secara konsisten. "Belajar dari hal ini, Bank Sentral harus tetap fokus," cetus Powell.