Nusantaratv.com-Kebijakan larangan ekspor CPO dan bahan baku minyak goreng yang diterapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berjalan kurang lebih dua pekan terhitung sejak 28 April 2022 lalu.
Imbas dari larangan ekspor tersebut, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengaku khawatir akan membuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit rusak.
Menurut Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono pengolahan minyak sawit akan berhenti sementara jika pasokan CPO lebih dari cukup di dalam negeri.
"Kalau yang sudah ada di tangki timbun tidak bisa dijual ya otomatis kan nggak bisa kami mengolah lagi, nggak bisa kirim dari pabrik kelapa sawit. Otomatis kan kalau nggak bisa mengolah, otomatis nggak bisa beli TBS," kata Mukti.
Akibatnya, pengolahan TBS kelapa sawit akan berhenti karena stok CPO dalam negeri sudah penuh. Hal ini akan membuat TBS yang belum diolah menjadi rusak dalam kurun waktu 24 jam.
"Petani akan menunda panen, kalau nggak bisa diserap untuk apa dipanen. Dan (TBS) itu kalau dibiarkan di pohon itu bisa jadi racun, karena kan kalau panen itu membersihkan pohon, bisa rusak di pohon," Mukti.
Dalam catatan Gapki, rata-rata stok CPO dalam negeri berkisar 4 juta-5 juta ton per bulan dengan sebagian berada di tangki dan beberapa sedang dalam perjalanan.
Namun, Mukti memastikan ketersediaan CPO belum mencapai kapasitas maksimal saat ini. Pasalnya, masih banyak pabrik yang setop produksi karena libur panjang Lebaran.
Baca juga: Efek Larangan Ekspor CPO, Harga Minyak Goreng Turun Lagi pada Rabu (11/5/2022)
"Belum tahu karena baru habis libur, struktur pasar minyak sawit Indonesia itu 70 persen untuk ekspor. Dua pertiga kan, dua pertiga ini sekarang kami serap ke dalam negeri semua," jelas Mukti.
Karena itu, ia khawatir jumlah pasokan CPO di dalam negeri melebihi kebutuhan domestik yang jauh lebih rendah dibandingkan total ekspor yang mencapai 70 persen.
"Penambahan domestik itu tidak akan bisa lebih, misalnya di situasi normal 30 persen untuk konsumsi domestik, kemudian sekarang digelontorkan untuk minyak goreng? Naiknya berapa persen sih, masa sampai 50, ya nggak mungkin juga," tutur Mukti.
Di sisi lain, Mukti mengaku tak terlalu khawatir dengan potensi Malaysia mencuri pasar minyak sawit Indonesia. Pasalnya, produksi Malaysia tak mampu memenuhi permintaan dunia sepenuhnya.
"Malaysia jelas dapat untung, tapi harus diperhatikan Malaysia produksinya hanya 20 juta ton, yang kami ekspor itu 34 juta ton di pasar dunia, tapi yang jelas dia dapat untung," ujar Mukti, mengutip CNNIndonesiacom.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Tofan Mahdi menambahkan pengusaha sedang menunggu kebijakan lebih lanjut soal larangan ekspor CPO dari pemerintah.
"Kami juga menyampaikan situasi di lapangan ke pemerintah jadi kami bersabar menunggu ke normal kembali, semoga situasi minyak goreng yang curah itu normal, CPO kembali, karena harga CPO di pasar internasional sudah tinggi dan tentu kami tidak mau ketinggalan momentum harga yang cukup baik," tukas Tofan.