Nusantaratv.com - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melayangkan surat terbuka yang berisi 5 tuntutan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Surat terbuka itu, terkait harga tandan buah segar (TBS) sawit yang terus anjlok dalam beberapa waktu belakangan ini. Tuntutan itu disampaikan melalui surat yang ditandatangani Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Apkasindo Rino Afrino.
Dalam surat terbuka tersebut, Apkasindo menyampaikan tuntutan kepada Presiden Jokowi agar melakukan lima langkah strategis dalam upaya menyeimbangkan antara ketersediaan, kebutuhan dan keterjangkauan minyak goreng dengan tata kelola kelapa sawit.
Pertama, mencabut Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), dan Flush Out (FO) untuk Crude Palm Oil (CPO). Apkasindo menilai ketiga kebijakan itu sudah tidak efektif.
Kedua, memerintahkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk meniadakan Pungutan Ekspor (PE) dan Bea Keluar (BK) untuk sementara waktu. Atau paling tidak menurunkan tarif PE, BK, dan menghapus FO.
"Asumsi yang digunakan adalah jika beban CPO sudah diturunkan maka harga CPO domestik akan terangkat, Harga TBS kembali baik, Ekspor akan kembali lancar, dan kondisi saat ini harga minyak bumi di atas harga CPO," tulis surat terbuka tersebut seperti dikutip pada Kamis (14/7/2022).
Ketiga, menjaga harga CPO global agar tidak terkoreksi akibat ekspor CPO Indonesia. Oleh karena itu, Apkasindo menyarankan supaya pemerintah meningkatkan konsumsi CPO dalam negeri dengan memberlakukan mandatori Biodiesel dari B30 ke B40.
"Hal ini dapat dilakukan supaya ketersediaan CPO dalam negeri yang diperkirakan mencapai 7 juta ton bisa segera terserap paling tidak 3 juta ton untuk peningkatan dari B30 ke B40," lanjut surat terbuka itu.
Keempat, meminta Jokowi memerintahkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian BUMN melakukan pengawasan melekat kepada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN).
"Supaya proses tender di KPBN patuh terhadap harga referensi Kemendag sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 55 Tahun 2015, dan memastikan tidak ada yang mengambil keuntungan sepihak di masa pemulihan ini," tambah surat terbuka tersebut.
Kelima, Apkasindo meminta Jokowi untuk memerintahkan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk segera merevisi Permentan Nomor 01 Tahun 2018 tentang Tataniaga TBS. Pasalnya, Permentan ini hanya diperuntukkan bagi petani yang bermitra.
Apkasindo menyatakan, faktanya luas kebun petani yang bermitra tidak lebih dari 7 persen dari total luas perkebunan rakyat, yakni 6,72 juta hektare. "Sisanya adalah petani swadaya yang melakukan usaha taninya secara mandiri dan menggunakan harga referensi Kemendag untuk menjadi referensi perhitungan TBS," jelas surat terbuka tersebut.
Sebelumnya, harga TBS anjlok sejak larangan ekspor CPO yang berlaku mulai April lalu. Sejak itu, harga TBS terus turun, bahkan di bawah Rp1.000 per kilogram (Kg). Kendati saat ini mulai naik, harga TBS sawit masih belum menggembirakan. Di sejumlah wilayah, harga TBS sawit naik di kisaran Rp50-Rp100 per kilogram.
Di Sumatera Utara (Sumut), misalnya, harga TBS sawit periode 13-19 Juli 2022 dipatok Rp1.345 per kilogram. Harganya cuma naik Rp69 per kilogram dari Rp1.276 per kilogram pada periode 6-12 Juli 2022.
Sedangkan di Bengkulu, harga TBS sawit pada tingkat pabrik pengolahan naik beragam sekitar Rp50-100 per kilogram. Harga tertinggi sebesar Rp1.000 per kilogram, dan harga terendah sebesar Rp800 per kilogram.
Kemudian, di Kalimantan Tengah (Kalteng), harganya berkisar Rp1.600 per kilogram. Bupati Seruyan, Kalteng, Yulhaidir mengatakan harga TBS sudah disepakati bersama dan seluruh perusahaan kelapa sawit wajib membeli TBS milik pekebun swadaya.
Selanjutnya di Jambi, harga TBS sawit periode 8-14 Juli 2022 turun Rp92 per kilogram menjadi Rp1.284 per kilogram. Penetapan harga ini merupakan kesepakatan tim perumus bersama para pengusaha koperasi dan kelompok tani sawit setempat.