Nusantaratv.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menjalankan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty jilid II sejak 1 Januari 2022 dan akan berakhir pada 30 Juni 2022.
Demi meningkatkan kesadaran wajib pajak, mengingat PPS ini hanya tersisa beberapa hari lagi, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Cempaka Putih menggelar sosialisasi melalui kampanye PPS di sejumlah wilayah di Jakarta Pusat (Jakpus), pada Jumat (17/6/2022).
"Hari ini kami melakukan kampanye simpatik untuk Program Pengungkapan Sukarela. Ada sejumlah titik yang kita datangi untuk mensosialisasikan terkait informasi dan manfaat dari PPS ini," ujar Kepala KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih Budiyan disela-sela kampanye PPS, di Jakarta Pusat (Jakpus), Jumat (17/6/2022).
Kegiatan yang melibatkan sekitar 50 karyawan ini dilakukan di Johar Baru, Galur, Cempaka Putih Raya, Transmart Cempaka Putih dan Rawasari. Dengan melakukan kampanye PPS ini, Budiyan berharap para wajib pajak memiliki kesadaran penuh terhadap program ini. Terlebih, PPS akan selesai pada akhir bulan ini.
"Program ini sudah mau selesai pada 30 Juni 2022. Targetnya tentu saja kami harapkan makin banyak para wajib pajak yang mengikuti program ini. Karena program ini sangat menguntungkan bagi para wajib pajak, di mana dengan mengungkapkan secara sukarela maka akan mendapatkan tarif yang lebih rendah dari tarif normal," lanjutnya.
Baca Juga: KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih Gelar Sosialisasi Demi Meningkatkan Kesadaran Wajib Pajak
Diketahui, untuk Tax Amnesty jilid I, wajib pajak terhindar dari tambahan pajak dan sanksi 200 persen apabila harta tersebut ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sedangkan untuk Tax Amnesty jilid II, wajib pajak tidak akan diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk 2016 sampai dengan 2020, kecuali terdapat pajak yang sudah dipotong atau dipungut tapi tidak disetorkan oleh wajib pajak.
Selain itu, data yang bersumber dari PPS tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak. Adapun konsekuensi yang patut dipertimbangkan yakni apabila terdapat harta lain yang belum diungkapkan setelah PPS berakhir.
Bila DJP menemukan ketidaksesuaian antara harta yang diungkapkan dengan keadaan sebenarnya, DJP dapat mengenakan pajak untuk Kebijakan I yakni sebesar 25 persen (badan), 30 persen (orang pribadi), atau 12,5 persen (WP tertentu) dari harta bersih dengan tambahan ditambah sanksi 200 persen.
Namun, untuk Kebijakan 2 sebesar 30 persen dari nilai harta bersih ditambah sanksi administratif berupa bunga sesuai ketentuan umum perpajakan. Dalam kesempatan itu, Budiyan mengimbau para wajib pajak segera memanfaatkan PPS ini. Kendati, diakuinya, antusiasme para wajib pajak saat ini sudah sangat baik.
"PPS ini harus segera dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para wajib pajak. Karena rugi kalau memang ada yang belum diungkapkan secara sukarela yang hanya tersisa beberapa hari lagi. Selain dikenakan tarif lebih kecil, keuntungan lainnya tidak diperiksa dan tidak dilakukan bukti permulaan dan tindakan law enforcement lainnya," tegas Budiyan.
Di sisi lain, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 hingga tahun ini telah memberikan tantangan besar terhadap penerimaan pajak Indonesia seiring dengan menurunnya aktivitas ekonomi. Pasalnya, penerimaan pajak, di luar penerimaan cukai, bea masuk, dan bea keluar, masih menjadi penopang utama pendapatan negara, sehingga membutuhkan dukungan pendapatan negara yang optimal.
"Jelas, PPS ini sangat membantu dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres KH Ma'ruf Amin. Sebab, dalam melakukan pembangunan membutuhkan biaya yang cukup besar, dan salah satunya dari program PPS ini. Diharapkan dengan adanya wajib pajak yang melaksanakan program ini dapat membantu perekonomian kita di mana setelah pandemi ini kita menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi," tukas Budiyan.