Nusantaratv.com-Wakil Ketua MPR RI dan Anggota Komisi VIII DPR-RI Komisi VIII, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA, memberikan catatan kritis terkait arah kebijakan fiskal Pemerintah tahun 2023, khususnya di bidang sosial, bencana, perempuan dan anak yang merupakan ruang lingkup urusan Komisi VIII DPR-RI, Komisi yang dirinya aktif di dalamnya.
"Kami mencatat ada beberapa kebijakan fiskal Pemerintah yang layak dikritisi, atau mestinya tidak terjadi. Di antaranya adalah soal anggaran bantuan sosial untuk anak yatim/piatu, pembangunan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), belum terlihatnya komitmen anggaran pemerintah dalam hal pooling fund bencana, dan tidak adanya perubahan anggaran signifikan bagi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak," disampaikan Hidayat sesudah mengikuti Rapat Paripurna DPR-RI secara daring, Selasa (24/5/2022).
HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid mempertanyakan komitmen Pemerintah untuk membantu anak yatim dan piatu yang telah disepakati oleh Komisi VIII DPR-RI bersama Menteri Sosial pada tahun 2021, dan sudah dilaksanakan dengan baik, dengan sambutan meriah dari para yatim/piatu, termasuk yatim/piatu akibat covid-19. Tetapi tahun anggaran 2022, yang dibutuhkan sebesar Rp 9,6 Triliun, malah tidak masuk di dalam APBN tahun 2022, dan makin disayangkan karena kini juga belum terlihat di dalam pagu indikatif Kementerian Sosial 2023. Hal ini juga makin disayangkan dengan menurunnya anggaran untuk program perlindungan sosial.
Di saat yang sama, Pemerintah justru terkesan bermaksud mengubah pendataan untuk program perlindungan sosial melalui pembangunan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). HNW mempertanyakan pemindahan data terpadu dari Kementerian Sosial yang tentu akan menimbulkan inefisiensi pelaksanaan program perlindungan sosial.
"Apalagi untuk pembangunan data Regsosek tersebut dibutuhkan anggaran hingga Rp 2 triliun yang dikelola oleh Bappenas. Daripada menimbulkan kesimpang-siuran dengan sistem pendataan baru, seharusnya Pemerintah fokus memperbaiki DTKS dan anggaran tersebut digunakan untuk realisasi program bantuan yatim/piatu," ujarnya.
Ketua Majelis Syura PKS, ini juga menyoroti belum terlihatnya komitmen konkret Pemerintah dalam hal dana bersama penanggulangan bencana. Apalagi bencana di Indonesia masih terus terjadi. Yang terbaru misalnya banjir rob di sejumlah Kota/Kabupaten di pesisir utara Jawa sejak hari Minggu (22/5/2022).
"Di saat yang sama pola penganggaran Dana Siap Pakai BNPB sudah ditetapkan di awal sebesar Rp 1,4 triliun. Sehingga seharusnya ada sekitar Rp 3 triliunan dari DSP tahun-tahun sebelumnya yang sekitar Rp 5 triliun yang bisa ditempatkan dalam dana bersama bencana untuk segera melakukan langkah-langkah mitigasi di berbagai tempat rawan bencana di Indonesia," papar HNW.
Komitmen tersebut juga belum terlihat dalam hal anggaran untuk perlindungan perempuan dan pemberdayaan anak yang diperuntukkan bagi Kementerian PPPA. Tahun 2023, pagu indikatif Kementerian PPPA sebesar Rp 263,4 miliar, hanya meningkat Rp 10 miliar dari anggaran tahun 2022 dan bahkan berkurang Rp 16 miliar dari anggaran tahun 2021.
"Kalau Pemerintah dan DPR serius melindungi Perempuan dengan membuat dan melaksanakan UU TPKS yang sudah disahkan, mestinya anggaran dan kewenangan KemenPPPA juga ditambah dengan signifikan. Sayangnya hanya ditambah Rp 10 miliar dari tahun 2022 dan dalam posisi masih lebih rendah dari anggaran tahun 2021 di mana terjadi darurat covid-19. Bahkan anggaran Kementerian ini jauh di bawah anggaran dirjen di Kemensos misalnya. Padahal Kementerian ini dengan diundangkannya UU TPKS menjadi bagian yang sangat dipentingkan. Itu semua menunjukkan lemahnya komitmen Pemerintah dalam mendukung peran dan menyelesaikan permasalahan perempuan dan anak. Hal yang harusnya dengan disahkannya UUTPKS maka perhatian dan dukungan dengan anggaran dari Pemerintah, lebih kuat dan lebih banyak lagi," pungkasnya.