Nusantaratv.com - Terganggunya rantai pasok global yang salah satunya disebabkan perang Rusia-Ukraina menyebabkan harga pangan nasional yang terus meroket.
Bahkan, pada Juli kemarin indeks harga komoditas kelompok pangan telah melonjak lebih dari 10 persen dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).
Lonjakan harga pangan tersebut menjadi penyebab utama indeks harga konsumen (IHK) terus meningkat. Kenaikkan harga pangan juga dinilai telah melebihi batas wajar.
"Inflasi pangan 10,47 persen, mestinya inflasi pangan tidak boleh lebih dari 5 persen atau 6 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam agenda Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan, Rabu (10/8/2022).
"Inflasi pangan itu adalah masalah perut, masalah rakyat, dan itu langsung ke kesejahteraan, ini bukan masalah ekonomi saja," tambahnya.
Inflasi komoditas pangan berpotensi menggerus daya beli masyarakat. Pasalnya, komoditas pangan memiliki porsi besar terhadap pengeluaran masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.
Perry mengatakan, secara rata-rata komoditas pangan berkontribusi terhadap sekitar 20 persen komposisi pengeluaran masyarakat. Namun, bagi masyarakat menengah ke bawah, komoditas pangan bisa berkontribusi sekitar 40 persen hingga 50 persen komposisi pengeluaran.
"Bagi masyarakat bawah itu inflasi pangan bisa 40 persen, 50 persen, bahkan 60 persen dari bobot pengeluaran masyarakat," kata Perry, mengutip kompascom.
Karena itu, Perry menekankan pentingnya upaya penurunan harga pangan di level masyarakat. Ia menargetkan, inflasi pangan bisa ditekan ke kisaran 5 persen hingga 6 persen secara yoy.
"Jika kita bisa menurunkan 10,47 persen sampai 5-6 persen, dampak sosialnya sangat besar mensejahterakan masyarakat," ujarnya.
Untuk bisa menekan harga pangan, operasi pasar secara nasional perlu digencarkan. Harapannya, harga berbagai komoditas yang melonjak, seperti cabai, bawang, telur, daging, hingga minyak dapat menurun.
Perry menjelaskan, saat ini pemerintah pusat tengah mengkoordinasikan kebijakan yang memungkinkan pemerintah daerah untuk menggunakan anggaran daerahnya melakukan operasi pasar.
"Dalam melakukan operasi pasar biasanya ada beberapa masalah kepastian hukum dan ada beberapa bupat atau wali kota yang takut menggunakan anggaran untuk operasi pasar," tuturnya.
Selain itu, Perry juga mendorong daerah untuk melakukan kerja sama terkait pasokan komoditas pangan. Dikatakan, bagi daerah yang memiliki surplus komoditas pangan dapat menyalurkannya ke daerah lain.
"Kalau ada kerja sama antara pemerintah daerah ini bisa cepat," pungkasnya.