Nusantaratv.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan bakal segera bertemu dengan para pengusaha kelapa sawit.
Pertemuan itu akan membahas rencana pencabutan kebijakan domestic market obligation (DMO) sekaligus domestic price obligation (DPO) crude palm oil (CPO). Disebutkan Zulhas, sapaan akrab Mendag, pertemuan dengan para pengusaha sawit untuk membahas pencabutan tersebut minimal akan dilakukan secara daring.
Sebelum mencabut kebijakan DMO dan DPO, pemerintah akan meminta komitmen pelaku usaha agar tetap dapat menyuplai pasokan dalam negeri meski tak lagi ada kewajiban DMO. "Saya lagi usahakan untuk daring kita akan rapat," ujar Zulhas saat ditemui di Cikarang Barat, Jawa Barat (Jabar), Selasa (26/7/2022).
Kementerian Perdagangan (Kemendag), ungkap dia, pada dasarnya tidak ingin terlalu mengatur industri sawit, apalagi mempersulit ekspor dengan proses birokrasi yang berbelit. Namun, karena kebijakan DMO sekaligus untuk memastikan pemenuhan dalam negeri, langkah itu harus ditempuh dan dijalankan pengusaha.
"Asal komitmennya kuat, kita kesepakatan saja, gentlement agreement. Repot juga kan dagang minyak kita atur-atur melalui administrasi, nanti salah dihukum, repot juga," lanjutnya.
Zulhas menambahkan, jika komitmen pelaku usaha telah dapat dipastikan, Kemendag juga tak akan ragu menyudahi kebijakan DMO maupun DPO. Para eksportir CPO dipastikan akan gembira karena tak lagi harus dipersulit dengan kebijakan kewajiban pemenuhan pasokan domestik.
Dalam kesempatan yang sama, Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Veri Anggriono mengatakan, segala pertimbangan kebijakan telah di dalami oleh Kemendag.
Fokus utama Kemendag, yakni mempercepat ekspor agar permintaan tandan buah segar (TBS) sawit bisa meningkat kembali dan menaikkan harga TBS petani yang sedang anjlok. "Kita lihat kemungkinan-kemungkinan terbaik, apalagi kita konsentrasi dengan petani kita bagaimana TBS bisa terserap," jelas Veri.
Namun, para pengusaha mengusulkan agar tata kelola minyak goreng khusus untuk kepentingan kebijakan pemerintah dikelola oleh BUMN (Badan Usaha Milik Negara) tanpa melibatkan swasta.
Sedangkan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengatakan, pemerintah dapat menugaskan Perum Bulog, ID Food untuk distribusi minyak goreng.
Sebab, berdasarkan perhitungannya, terang Sahat, kemungkinan modal kerja yang dibutuhkan Bulog dan ID Food untuk bisa mengelola minyak goreng sekitar Rp4,6 triliun. Namun, pemerintah tak perlu ambil pusing soal sumber dana.
Karena pemerintah bisa menggunakan dana kelolaan pungutan ekspor sawit yang ada di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Soal kemampuan distribusi, dia tak meragukan kemampuan Bulog dan ID Food karena telah memiliki jaringan hingga ke 34 provinsi.
"Jangan dikasih ke swasta, swasta itu kalau ada cuan baru dia jalan, tidak ada cuan dia diam saja. Kasihkan tanggung jawab itu ke Bulog dan ID Food," imbuhnya.
Di sisi lain, Anggota Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Maruli Gultom, menambahkan, pemerintah bisa mengandalkan Holding Perkebunan Nusantara (PTPN).
PTPN saat ini tercatat memiliki perkebunan sawit sekitar 300 ribu hektare (ha). Menurutnya, dengan area seluas itu, kebutuhan dalam negeri untuk minyak goreng bisa dikendalikan oleh PTPN.
"Kenapa sih kita harus jauh belok sana belok sini, cukup tidur saja seperti Pertamina, beres. Seluruh produksi CPO PTPN diproses jadi minyak goreng, ya selesai," tukas Maruli.