Mengenal Nenek Moyang Suku Dayak di Kalimantan?

Nusantaratv.com - 08 September 2021

Ilustrasi suku Dayak (hipwee.com)
Ilustrasi suku Dayak (hipwee.com)

Penulis: Supriyanto

Nusantaratv.com - Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok dan tinggal di pedalaman dan gunung di Kalimantan. Asal muasal nama Dayak itu berasal dari pemberian orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Sementara orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan dengan nama Dayak, karena lebih diartikan ke hal-hal negatif. Padahal semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur. 

Sejarah Asal Usul Suku Dayak dan Penyebarannya di Kalimantan

Pada zaman dahulu ketika benua Asia dan pulau Kalimantan masih menyatu, ras mongoloid dari Asia Tengah mengembara melalui daratan sampai ke Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”.

Baca Juga: Akan Pergi ke Kalimantan? Ini 10 Pantangan yang Sebaiknya Kamutau

Seperti diketahui bahwa 2000 tahun sebelum masehi, benua Asia masih menyatu dengan Pulau Kalimantan. Ras mongolid yang terdesak karena kalah perang, mengembara ke arah Selatan, mulai dari Semenanjung Malaya, Serawak, hingga Kalimantan. Ras Mongolid ini lalu menetap, mendirikan perkampungan di tepian-tepian sungai, beranak pinak dan membangun kebudayaannya sendiri di tanah Borneo.

Ras Mongoloid yang menjadi cikal bakal suku Dayak ini menyebar menjadi beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda. Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk ke pedalaman. 

Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak masuk bersama para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608). Sejak saat itu banyak suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. 

 

Wanita suku Dayak (wowmenariknya.com

Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum)

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena kedatangan mereka hanya untuk berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa banyak dimiliki oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Baca Juga: Mari Mengenal Lebih Dalam Tradisi dan Budaya Suku Dayak

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho. Sebelum mereka kembali ke Tiongkok, laskar pimpinan Chang Ho ini sempat singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. 

Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963).

Suku Dayak hingga kini masih mempertahankan tradisi adat istiadat dan budaya leluhur, keyakinan mereka pada dunia supranatural hingga kini masih melekat kuat.  Beberapa budaya tersebut seperti:

 

Mangkok merah, isyarat perang pada suku Dayak.

Upacara Tiwah
Salah satu upacara adat Suku Dayak adalah upacara Tiwah. Upacara ini semacam ritual yang dilaksanakan
untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke tempat yang sudah dibuat dan diberi nama Sandung. Sandung adalah semacam rumah kecil yang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.

Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di tempatnya (Sandung).

Dunia Supranatural

Dunia Supranatural bagi Suku Dayak sudah ada sejak jaman dulu dan menjadi ciri khas kebudayaan Dayak. Karena kuatnya dunia supranatural ini, orang luar negeri menyebut Dayak sebagai pemakan manusia (kanibal ). Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang sulit di temukan dengan bantuan arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun musuh yang di cari pasti akan ditemukan.

Mangkok Merah
Mangkok merah merupakan media persatuan Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka dalam bahaya besar. “Panglima” atau suku Dayak sebut Pangkalima biasanya mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. 

Orangnya biasa-biasa saja, hanya saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang, kebal dari apa saja seperti peluru, senjata tajam dan sebagainya.

Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan merasuk ke dalam tubuh pangkalima, lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” (memanggil roh leluhur untuk meminta bantuan dan menyatakan perang) maka orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila mendengar tariu.

 

Panglima Perang Suku Dayak (padangbulan.co.id)

Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan berubah menjadi seperti setengah manusia dan bukan. Mereka akan meminum dan memakan darah, hati korban yang dibunuh akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat. Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.

Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan. Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan kain merah.

Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. Pengusiran Dayak terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.

Menurut cerita turun temurun yang beredar di kalangan suku Dayak, bahwa asal-usul nenek moyang suku Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan “Ancak atau Kalangkang” ).

Sumber : Swaberita.com

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

(['model' => $post])